Welcome...

..Welcome to Hanna Sjafarina's Blog..
..Hope u Like it..

Jumat, 06 Mei 2011

Love is Difficult Part 2


“Kita mau kemana sih, kak?” kata Fira bingung sambil memasang helm yang disodorkan Nathan kepadanya.
            “Udah ikut aja..” jawab Nathan sambil membantu memasangkan helm Fira. Jantung Fira berdegup tak terkandali. Pipi Fira merah semerah kepiting rebus. *hehheee*
            “Pegangan yaa, ntar jatuh lho..” kata Nathan seraya tersenyum kepada Fira.
            “Hah?” Fira seakan tidak percaya dengan apa yang ia dengar. ‘Nathan tadi minta gue pegangan ma dia? Gak mimpi kan gue?’ batin Fira senang.
      
            Stevan terlihat murung, karena dia bingung dengan perasaannya sekarang. Seharusnya dia senang karena dia dan Fira telah mendapatkan apa yang mereka inginkan selama ini. Dulu dia menginginkan Arin yang duduk di sampingnya, dan sekarang impian itu telah berhasil dicapainya. Tapi mengapa seperti ada yang kurang.
Di dalam keheningan itu, seakan – akan Stevan bisa mendengarkan kata hati kecilnya. Ada yang berkata, ‘Stevan, apa lagi yang kurang. Bukankah Arin yang selama ini memegang kunci hatimu? Sekarang si pemegang kunci hatimu itu sudah ada di sampingmu.’ Ada juga yang berkata, ‘Stevan, Arin bukanlah pemegang kunci hatimu saat ini. Dia hanya sekedar lewat di hatimu, tidak selamanya.’ ‘Aaah, bisikan itu semakin membuatku bingung saja.’ batin Stevan.
“Stev, lo kenapa sih daritadi diem aja?” tanya Arin yang merasa ada kejanggalan di mata Stevan.
“Gak papa koq. Lagi pusing aja. Banyak tugas. Hehee.. Hmm.. Temenin gue makan yaa, Rin.” Stevan terpaksa membohongi Arin.
“Oke..” kata Arin seraya tersenyum.
“Kak, ini dimana sih?” tanya Fira sambil melihat sekelilingnya. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah bukit sampah. Yaah, bisa dibilang kawasan kumuh atau tempat pembuangan akhir. ‘Ngapain Nathan bawa gue ke sini’ batin Fira. Nathan tidak menjawab pertanyaan Fira, seakan – akan Fira disuruh untuk menemukan jawabannya sendiri.
Tak lama kemudian, datanglah segerombolan anak kecil. Yang kira – kira berumur 6 sampai 10 tahun. Mereka langsung berlari menuju ke arah Nathan dan Fira.
“Kak Nathan, udah lama gak ke sini. Kemana aja, kak?” kata salah seorang anak berbaju merah.
“Hei, Daud. Gak kemana – mana koq, Cuma sibuk aja. Kan kakak mau ujian.” Kata Nathan haluuus banget. Fira gak nyangka kalau Nathan bisa selembut sutera kalau ngobrol sama anak itu.
“Ngomong – ngomong siapa tuh, kak? Pacar kakak yaa? “ goda seorang anak lagi.
“Eh, iya.. Ini Fira. Ehmm, baru temen sih. Hehee.. Fira, ini Daud, Ozy, Riko, Dayat, Agni, dan yang terakhir Osa.” Nathan memperkenalkan “anak didik”nya kepada Fira.
Selama di tempat kumuh itu, Fira dan Nathan mengajarkan anak – anak itu membaca, berhitung dll. Setelah belajar mereka ngamen bareng. Ternyata suara Nathan bagus banget. Baru kali ini Fira melihat Nathan tertawa, tersenyum, bernyanyi, bahkan joget – joget ga jelas. Fira senang sekali, karena ternyata bermain dengan anak – anak jalanan lebih seru daripada berjalan – jalan di mall. Dia juga sudah bisa sedikit melupakan kejadian pagi tadi.
“Udah sore niih, kita pulang yuk.”
“Okee.. Tapi besok kita kesini lagi yaa, kak.” Pinta Fira.
“Siipp.. Hei, kakak sama kak Fira pulang dulu yaa.. Besok kita ke sini lagi.” Seru Nathan seraya berdiri.
Di perjalanan pulang, tanpa sengaja Fira melihat sesosok yang tak asing lagi. Tapi sosok tidak sendiri, sosok yang dikenalnya itu sedang tertawa lepas bersama seorang cewek yang juga dikenalnya. Ya, mereka adalah Stevan dan Arin.
“Fir, gimana tadi? Senengkan?” tanya Nathan. Tapi cewek yang dia ajak ngomong sekarang terdiam, sepertinya dia tidak mendengar kata – kata yang diucapkan Nathan.
“Fira, kamu kenapa? Koq diam aja?” tanya Nathan lagi.
“Stevan.” Hanya nama itu yang di keluar dari bibir tipis Fira. Dan akhirnya kristal – kristal itu jatuh lagi. Nathan langsung membelokkan motornya menuju ke suatu tempat.
“Ayo, turun.” Ajak Nathan. Fira turun, berjalan mengikuti Nathan.
“Duduk. Tumpahin aja semua kesedihan kamu di sini. Kalo perlu kamu teriak sekenceng – kencengnya supaya kamu lega.”  Fira sudah tidak bisa menahan air matanya. Dia menangis sejadi – jadinya. Dia menangisi Stevan di samping cowok yang dia suka selama ini. Tidak pantas rasanya menangisi orang itu. Orang yang sudah membuat hatinya hancur. Orang itu sudah mengubah persahabatan indah itu menjadi suram.
“Aku bersedia meminjamkan bahu ini untuk kamu. Aku juga bersedia menjadi tempat kamu berkeluh kesah. Aku tau ini terlalu cepat dan ini juga bukan waktu yang tepat. Tapi, aku hanya mau kamu tau. Selama ini aku selalu memperhatikanmu. Sikap cuek, jutek, dingin aku itu karena aku ngga tau harus bersikap gimana ke kamu. Apalagi kamu selalu ada di sisi Stevan.” Nathan menghela napas berat. Sudah lama ia ingin mengatakan itu ke Fira. Tapi entah kenapa setiap bertemu dengan Fira selalu saja salah tingkah.
Fira menatap kedua mata Nathan lekat – lekat, seakan tidak percaya dengan pernyataan Nathan tadi. Fira bingung harus ngomong apa.
“Aku ngga perlu jawaban kamu, Fir. Jadi kamu ngga usah bingung. Mungkin kamu perlu waktu untuk mencerna semuanya.” Nathan berkata seperti itu seolah – olah tau apa yang sedang dipikirkan oleh gadis di sebelahnya.

Semakin aneh aja nih ceritanya.. Maaf kalo rada ngga nyambung, ini hanya untuk konsumsi pribadi sebenernya. Kalo ceritanya aneh, bilang aja yang jujur yaa.. jangan boong.. okok..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar