Bodoh kalau aku bilang aku berhasil melupakannya..
Bodoh.
Yaa, hanya kata - kata itu yang bisa aku ucapkan sekarang..
Kata - kata itu mewakili semua ucapan orang tentang aku..
Apasih susahnya melupakan satu orang saja?
Hanya satu orang..
Satu orang yang berhasil membuat luka di hatiku..
Luka yang tidak akan pernah ada jika aku tidak bertemu dengannya.
Mungkin sekarang aku bisa tertawa, bercanda dihadapan mereka..
Tapi mereka tidak tau yang sesungguhnya..
Ingin rasanya aku berteriak di hadapan mereka, menceritakan semua yang kurasakan..
Tapi pada siapa? Apakah mereka mengerti aku?
Ahh..
Hanya Tuhan yang mengerti aku..
Terlintas sepercik nasehat dihatiku,,
Dia bilang "Jangan pernah melupakan dia, hilangkan saja rasa yang pernah ada sedikit demi sedikit"
Apakah itu jawaban dari Tuhan?
Kuharap iya..
Welcome...
..Welcome to Hanna Sjafarina's Blog..
..Hope u Like it..
..Hope u Like it..
Kamis, 19 Mei 2011
Love is Difficult Part 3
“Kak, aku mau pulang aja. Anterin aku pulang.” Pinta Fira kepada Nathan. Fira butuh waktu untuk mencerna semua yang terjadi sekarang. Fira memang menanti – nanti saat berdua bersama Nathan. Tapi bukan dalam keadaan seperti ini.
Sesampainya dirumah, Fira langsung menuju ke kamarnya. Mamanya heran sekali melihat kelakuan anaknya. Tidak biasanya Fira seperti ini.
“Fira, kamu kenapa? Ada masalah? Mama boleh masuk?” tanya Mama Fira khawatir.
“Boleh, Ma. Masuk aja.” Kata Fira seraya membukakan pintu untuk Mamanya.
“Kok kamu nangis? Ada apa?”
“Engga ada apa – apa, Ma.” Fira berbohong pada Mamanya, karena dia bingung mau cerita darimana. Biasanya Fira selalu menceritakan semua masalahnya ke Mama, dan Mama selalu memberikan solusi yang terbaik untuk anak semata wayangnya itu.
“Yaudah kalo kamu belum mau cerita sekarang. Mama ngerti kok. Sekarang kamu mandi, terus kita makan malam bareng ya. Kebetulan Mama tadi beli nasi padang kesukaan kamu.” Kata Mama Fira sambil beranjak dari kamar Fira.
“Oke, Ma.” Jawab Fira.
-.-
Nada dering Taylor Swift Back to December terdengar, tanda pesan masuk. Fira terbangun dari tidurnya. Dibacanya pesan tanpa nama pengirim tersebut. Fira berharap pesan itu dari Stevan.
Cepetan bangun!! Aku jemput kamu!!! Gak boleh nolak!!
Nathan.
“Haaah?? Nathan?? Waduuuhh.. Gimana niih.. Aku belum siap ketemu sama dia setelah kejadian kemaren.” Kata Fira kaget. Sebenarnya Fira senang karena dijemput oleh Nathan. Tapi Fira juga takut kalau Nathan mengatakan hal yang membuat dia bingung seperti kemarin. ‘Hhh.. Nathan.. Nathan.. Kenapa sih kamu baru bilang sekarang, coba aja dari dulu kamu bilang suka sama aku. Pasti aku terima deh tanpa pikir panjang. Ini aku lagi ada masalah sama Stevan, kamu datang.’ Batin Fira. Fira pun beranjak dari tempat tidurnya dan langsung menuju ke kamar mandi. Selesai mandi, Fira mengenakan seragam sekolahnya. Setelah beres, Fira bergegas turun untuk sarapan pagi bersama Papa dan Mama.
Ternyata Papa dan Mama sudah menunggu di ruang makan.
“Eh, itu Fira. Fira sini sarapan dulu.” Kata Mama yang sedang mengoleskan mentega pada roti.
“Pagi, Ma, Pa.” Sapa Fira sambil mencium pipi kedua orangtuanya.
Nada dering Taylor Swift mengagetkan Fira. ‘Nathan’
Cepetan kluar.
“Hmm.. Ma, Pa, Fira duluan yaa.. Temen Fira udah nungguin di depan. Daa, Ma, Pa. Fira berangkat sekolah dulu yaa.” Pamit Fira.
“Hati – hati, sayang.”
Di depan rumah, Nathan telah menunggu Fira. Tidak seperti biasanya, hari ini Nathan memakai mobil BMW Z4 Coupe nya.
“Lama banget sih keluarnya. Capek tau nunggu disini sendirian.” Kata Nathan kesal.
“Yee.. Yang nyuruh kakak jemput aku siapa? Koq jadi marahin aku.” Jawab Fira tak kalah ketusnya. Tapi Nathan malah tersenyum mendengar kata – kata Fira.
“Yadeeh.. Cepet masuk, ntar kita telat.” Kata Nathan sambil memebukakan pintu mobil untuk Fira.
“Makasih.”
Sesampainya di sekolah, Stevan melihat Fira turun dari mobil. Betapa terkejutnya Stevan setelah mengetahui siapa yang berada di samping Fira sekarang. Hatinya seperti terhantam batu yang sangat besar. Sakit sekali rasanya.
‘Ada apa ini? Bukankah memang seharusnya seperti itu. Fira terlihat bahagia sekali. Seharusnya gue ikut senang. Gue juga kan sekarang udah punya Arin. Itu kan yang gue mau.’ Stevan berusaha menyangkal semua perasaan yang bergejolak di hatinya. Tapi setiap dia menyangkali perasaannya, semakin sakit pula hatinya.
Dengan penuh keberanian, akhirnya Stevan menyapa Fira.
“Hei, Fir. Lo tadi bareng siapa ke sekolah?” yang ditanya diam saja, seolah – olah tidak mendengar pertanyaan Stevan.
“Fir, lo marah sama gue? Maaf deh kalo gue kemaren marah – marah sama lo.” Fira masih diam seribu bahasa.
“Fir, maafin gue yaa.. Please,, Forgive me..” tidak tahan mendengar ucapan Stevan, akhirnya Fira angkat bicara.
“Ooh, gitu yaa.. Mudah banget lo minta maaf ke gue setelah lo memperlakukan gue kaya kemaren. Gak segampang itu, Stev. Seenaknya aja lo minta maaf ke gue setelah lo marah – marahin gue di depan Arin. Apa sih yang ada dipikiran lo? TEGA yaa lo gituin gue. Inget gak lo sama apa yang udah lo lakuin ke gue kemaren? INGET GAK?!?” Bentak Fira seray meninggalkan Stevan yang masih terpaku mendengar ucapan Fira.
‘Lo gak akan ngerti, Fir.’
Drrtt... Drrtt.. Hp Stevan bergetar.
From : Arin
To : Stevan
Van, hr ni antrn q k mall yaa..
Ad yg mw q bli nih..
“Aah, Arin ternyata. Perasaan dulu Fira gak perah nyuruh – nyuruh aku.” Kesal Stevan.
Sepulang sekolah Stevan mengantar Arin ke Mall. Stevan terlihat murung selama di perjalanan. Arin pun terlihat bosan dengan suasana seperti ini. Kaku. Ini bukan Stevan yang akan melakukan apa saja agar dapat selalu berada di dekat Arin. Ini bukan Stevan yang dia kenal selama ini. Karena tidak tahan, akhirnya Arin angkat bicara.
“Van, sebenerrnya kamu ikhlas gak nganterin aku?” Tidak ada jawaban dari Stevan. Stevan terlihat serius mengemudikan mobilnya.
“Van! Kamu dengerin aku gak sih?”
“Aku ikhlas kok. Kenapa sih kamu selalu menanyakan hal yang gak penting?” Jawab Stevan yang sepertinya enggan menjawab pertanyaan Arin.
“Gak penting kamu bilang? Oh, iya.. Aku ngerti kok. Aku sadar emang AKU. ENGGA. AKAN. PERNAH. PENTING. DIMATA. KAMU. Turunin aku sekarang. Ngobrol sama kamu kayak ngobrol sama PATUNG!!”
“Jangan nekat yaa.. Aku engga akan nurunin kamu di sini.” jawab Stevan sambil meraih tangan Arin. Stevan memberhentikan mobilnya di pinggir jalan. Di tatapnya mata Arin yang mulai berkaca – kaca.
“Rin, Please.. Aku sayang sama kamu. Tapi..” Stevan menggantung kalimatnya.
“Tapi apa, Van? Kalau kamu begini terus aku capek. Gini cara kamu menyayangi aku? Aku pacar kamu, Van. Aku bukan pajangan yang selalu kamu diemin.”
“Maafin aku. Aku tau aku salah. Beri aku waktu untuk membuktikan kalo aku beneran sayang sama kamu.” Stevan memeluk Arin erat. Seakan tidak mau kehilangan Arin. Tapi sejujurnya berat bagi Stevan untuk membuktikan rasa sayangnya kepada Arin, karena dia sendiri bingung dengan perasaannya sendiri.
-.-
Need your comment,,
Jumat, 06 Mei 2011
Love is Difficult Part 2
“Kita mau kemana sih, kak?” kata Fira bingung sambil memasang helm yang disodorkan Nathan kepadanya.
“Udah ikut aja..” jawab Nathan sambil membantu memasangkan helm Fira. Jantung Fira berdegup tak terkandali. Pipi Fira merah semerah kepiting rebus. *hehheee*
“Pegangan yaa, ntar jatuh lho..” kata Nathan seraya tersenyum kepada Fira.
“Hah?” Fira seakan tidak percaya dengan apa yang ia dengar. ‘Nathan tadi minta gue pegangan ma dia? Gak mimpi kan gue?’ batin Fira senang.
Stevan terlihat murung, karena dia bingung dengan perasaannya sekarang. Seharusnya dia senang karena dia dan Fira telah mendapatkan apa yang mereka inginkan selama ini. Dulu dia menginginkan Arin yang duduk di sampingnya, dan sekarang impian itu telah berhasil dicapainya. Tapi mengapa seperti ada yang kurang.
Di dalam keheningan itu, seakan – akan Stevan bisa mendengarkan kata hati kecilnya. Ada yang berkata, ‘Stevan, apa lagi yang kurang. Bukankah Arin yang selama ini memegang kunci hatimu? Sekarang si pemegang kunci hatimu itu sudah ada di sampingmu.’ Ada juga yang berkata, ‘Stevan, Arin bukanlah pemegang kunci hatimu saat ini. Dia hanya sekedar lewat di hatimu, tidak selamanya.’ ‘Aaah, bisikan itu semakin membuatku bingung saja.’ batin Stevan.
“Stev, lo kenapa sih daritadi diem aja?” tanya Arin yang merasa ada kejanggalan di mata Stevan.
“Gak papa koq. Lagi pusing aja. Banyak tugas. Hehee.. Hmm.. Temenin gue makan yaa, Rin.” Stevan terpaksa membohongi Arin.
“Oke..” kata Arin seraya tersenyum.
“Kak, ini dimana sih?” tanya Fira sambil melihat sekelilingnya. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah bukit sampah. Yaah, bisa dibilang kawasan kumuh atau tempat pembuangan akhir. ‘Ngapain Nathan bawa gue ke sini’ batin Fira. Nathan tidak menjawab pertanyaan Fira, seakan – akan Fira disuruh untuk menemukan jawabannya sendiri.
Tak lama kemudian, datanglah segerombolan anak kecil. Yang kira – kira berumur 6 sampai 10 tahun. Mereka langsung berlari menuju ke arah Nathan dan Fira.
“Kak Nathan, udah lama gak ke sini. Kemana aja, kak?” kata salah seorang anak berbaju merah.
“Hei, Daud. Gak kemana – mana koq, Cuma sibuk aja. Kan kakak mau ujian.” Kata Nathan haluuus banget. Fira gak nyangka kalau Nathan bisa selembut sutera kalau ngobrol sama anak itu.
“Ngomong – ngomong siapa tuh, kak? Pacar kakak yaa? “ goda seorang anak lagi.
“Eh, iya.. Ini Fira. Ehmm, baru temen sih. Hehee.. Fira, ini Daud, Ozy, Riko, Dayat, Agni, dan yang terakhir Osa.” Nathan memperkenalkan “anak didik”nya kepada Fira.
Selama di tempat kumuh itu, Fira dan Nathan mengajarkan anak – anak itu membaca, berhitung dll. Setelah belajar mereka ngamen bareng. Ternyata suara Nathan bagus banget. Baru kali ini Fira melihat Nathan tertawa, tersenyum, bernyanyi, bahkan joget – joget ga jelas. Fira senang sekali, karena ternyata bermain dengan anak – anak jalanan lebih seru daripada berjalan – jalan di mall. Dia juga sudah bisa sedikit melupakan kejadian pagi tadi.
“Udah sore niih, kita pulang yuk.”
“Okee.. Tapi besok kita kesini lagi yaa, kak.” Pinta Fira.
“Siipp.. Hei, kakak sama kak Fira pulang dulu yaa.. Besok kita ke sini lagi.” Seru Nathan seraya berdiri.
Di perjalanan pulang, tanpa sengaja Fira melihat sesosok yang tak asing lagi. Tapi sosok tidak sendiri, sosok yang dikenalnya itu sedang tertawa lepas bersama seorang cewek yang juga dikenalnya. Ya, mereka adalah Stevan dan Arin.
“Fir, gimana tadi? Senengkan?” tanya Nathan. Tapi cewek yang dia ajak ngomong sekarang terdiam, sepertinya dia tidak mendengar kata – kata yang diucapkan Nathan.
“Fira, kamu kenapa? Koq diam aja?” tanya Nathan lagi.
“Stevan.” Hanya nama itu yang di keluar dari bibir tipis Fira. Dan akhirnya kristal – kristal itu jatuh lagi. Nathan langsung membelokkan motornya menuju ke suatu tempat.
“Ayo, turun.” Ajak Nathan. Fira turun, berjalan mengikuti Nathan.
“Duduk. Tumpahin aja semua kesedihan kamu di sini. Kalo perlu kamu teriak sekenceng – kencengnya supaya kamu lega.” Fira sudah tidak bisa menahan air matanya. Dia menangis sejadi – jadinya. Dia menangisi Stevan di samping cowok yang dia suka selama ini. Tidak pantas rasanya menangisi orang itu. Orang yang sudah membuat hatinya hancur. Orang itu sudah mengubah persahabatan indah itu menjadi suram.
“Aku bersedia meminjamkan bahu ini untuk kamu. Aku juga bersedia menjadi tempat kamu berkeluh kesah. Aku tau ini terlalu cepat dan ini juga bukan waktu yang tepat. Tapi, aku hanya mau kamu tau. Selama ini aku selalu memperhatikanmu. Sikap cuek, jutek, dingin aku itu karena aku ngga tau harus bersikap gimana ke kamu. Apalagi kamu selalu ada di sisi Stevan.” Nathan menghela napas berat. Sudah lama ia ingin mengatakan itu ke Fira. Tapi entah kenapa setiap bertemu dengan Fira selalu saja salah tingkah.
Fira menatap kedua mata Nathan lekat – lekat, seakan tidak percaya dengan pernyataan Nathan tadi. Fira bingung harus ngomong apa.
“Aku ngga perlu jawaban kamu, Fir. Jadi kamu ngga usah bingung. Mungkin kamu perlu waktu untuk mencerna semuanya.” Nathan berkata seperti itu seolah – olah tau apa yang sedang dipikirkan oleh gadis di sebelahnya.
Semakin aneh aja nih ceritanya.. Maaf kalo rada ngga nyambung, ini hanya untuk konsumsi pribadi sebenernya. Kalo ceritanya aneh, bilang aja yang jujur yaa.. jangan boong.. okok..
Minggu, 01 Mei 2011
Love is Difficult Part 1
Teengg.. teengg.. teenngg.. Bel tanda masuk berbunyi. Fira dan Stevan segera masuk ke kelas. Tapi saat mereka akan masuk ke kelas.
“Buuuukk..”
“Aduuhh.. kalo jalan pake mata dong..”
“Loe tuh yang gak pake mata, minta maaf kek, Eeh.. malah gue yang di marahin. Jelas – jelas loe yang nabrak gue..”
“Loe tuh yang nabrak..”. Fira terdiam saat melihat orang yang dia tabrak. ‘Ya, ampun.. Koq gue tadi marahin dia..’ Batin Fira.
“Eh.. Loe, Than.. Sorry, yaa.. Gue yang salah.. Gue tadi gak liat ada loe di depan.. Gara – gara Stevan ni, tadi dia ngajakin gue barcanda dan...”
Belum sempat Fira menyelesaikan omongannya, Nathan telah pergi meninggalkannya begitu saja.
“Iiiihh.. Rese’ banget sih tuh orang. Dingin banget. Hatinya terbuat dari batu kali yaa..” Fira tidak mendengarkan kata – kata Stevan, karena Fira masih terkagum – kagum melihat sosok Nathan.
“Woy, sadar.. Loe masih mau sama orang kaya dia?? Gak ilfil loe tadi udah dimarah – marahin gitu. Jelas-jelas dia yang nabrak loe tadi masa loe yang....”
“Ssstt.. Berisik loe.. Hmmm.. Nathan tu cool abis.. Tipe cowok gue banget deeh..”.
“Firaa.. Stevan.. Ngapain kalian masih disini? Gak dengar bel masuk apa? Ayo, cepat masuk ke kelas!!” tegur Bu Irna.
“Eh, iya, Bu.” Kata Fira dan Stevan.
“Gara – gara loe ni, ngeliatin Nathan tadi, kita jadi telat masuk kelas kan.. Lagian ngapain sih loe ngeliatin dia ampe sebegitunya?? Masih cakepan juga gue.”
“Loe tu gak ngerti.. Pokoknya kalo deket dia, jantung gue kaya mau copot, degdegan gitu deh.. Aahh.. udah ah, gue lagi mau konsen sama pelajaran nih..”
Fira dan Stevan telah bersahabat sejak SMP. Mereka sudah seperti kakak adik. Walaupun begitu, mereka sering sekali bersaing dalam hal pelajaran maupun ekskul. Mereka sering sekali mendapatkan juara kelas. Mereka sangat menyukai taekwondo dan basket. Dan yang paling penting, dalam hal percintaan, Fira dan Stevan sama-sama kurang beruntung. Nathan adalah kakak kelas Fira yang dia suka. Fira suka sama Nathan sejak kelas 1 SMA. Nathan juga 1 ekskul taekwondo sama Fira dan Stevan.
“Van, kantin yuuk... Hari ni gue lagi seneeng banget, jadi gue yang traktir loe.. okee?”
“Wuiihh.. Tumben, pasti gara-gara kejadian tadi pagi??”
“Heheheee... Tau aja loe. Mau gak??”
“Mau doonk.. jarang-jarang lho dapet gratisaan. Hehhee..”
Sesampainya di kantin,
“Wuiiiihh.. Tuh cewek cantik banget, anak baru yaa??” ujar Stevan.
“Yang mana?? Yang pake pita rambut warna ungu? Itu Arin, dia bukan anak baru. Kan dia anak basket juga.”
“Ooohh.. Koq gue gak pernah liat dia?”
“Yaiyalah. Orang dia baru masuk. Dia masuk waktu loe sakit. Oh iya, koq gue gak liat Nathan yaa? Ke mana ya dia??”
“Meneketehe. Emang gue bapaknya apa?? Mungkin dia di lapangan basket.”
“Hmm.. Maybe.” Kata Fira.
“Fira, gue nebeng yaa?”
“Iyadeh, tapi latihan ntar sore sendiri – sendiri aja yaa.. Ntar Nathan ngira gue udah punya loe lagi.”
“Iya.. Tenang aja..”
Sore harinya, Fira dan Stevan latihan taekwondo di sekolah. Pada saat latihan, Fira sengaja dekat – dekat sama Nathan. Tapi Nathan selalu nyuekin Fira.
“Stevan, gue bete banget nih.. Dari tadi gue dicuekin mulu sama Nathan..”
Tapi Stevan tidak menghiraukan perkataan Fira, dia malah asyik sama lamunannya.
“Woooooyyyyyy... Loe denger gue gak siih??” kata Fira bete.
“Haah? Loe tadi ngomong apa? Sorry, gue gak denger.. hehee”
”Huuuhhh... Melamun aja siih loe.. Gue bete.. soalnya gue tadi dicuekin mulu sama Nathan..”
“Ooh..”
“Reaksi loe cuma ‘Ooh..’ doank? Rese’ loe.. Oh iya.. loe ngelamunin siapa siih?? Pasti Arin, yaakan??”
“Iya niih.. Eeh,, gak koq..” bantah Stevan.
“Udah. Ngaku aja..”
“Iya deeh, iya.. Gue ngaku.. Loe mau bantuin gue gak?”
“Bantuin apa??”
“Bantuin gue ngedeketin Arin.. Mau yaa?? Please..!!”
“Haaah?? Gila loe yaa... Loe pikir gue ni Mak Comblang loe apa?? Gak’ah.. gue gak mau bantuin loe.. mending loe cari yang lain aja..”
“Ayolah, Fir.. Cuma loe sahabat gue yang bisa bantuin gue ngedeketin Arin, please..”
“Hmm.. Oke deh.. Gue mau bantuin loe, asal loe juga mau bantuin gue..”
“Bantuin apaan?? Jangan yang aneh – aneh yaa..”
“Gak aneh koq.. Loe juga harus bantuin gue ngedeketin Nathan. Okey?”
“Ooh.. Cuma gitu doank, itu siih gampang. Serahin aja ma gue..”
“Sok banget loe, Deal yaa?”
“Deal..”
Di rumah, Stevan memikirkan strategi gimana caranya supaya Fira bisa deket sama Nathan.
“Huuh, susah niih.. Gue jg siih pake deal segala, dikira mudah apa ngedeketin Fira ma Nathan.” “Aaha.. Gue punya ide..”
Keesokan harinya, seperti biasa Stevan menjemput Fira di rumahnya untuk pergi ke sekolah bersama. Dijalan Stevan tidak sengaja melihat Nathan, kemudian terlintas di benak Stevan untuk melakukan suatu rencana.
“Lho, mobilnya kenapa ni? Koq berhenti?” tanya Fira.
“Gak tahu nih, gue cek dulu yaa..”
Stevan keluar pura – pura mengecek mobilnya, tak lama kemudian datanglah Nathan dengan sepeda motornya.
“Nathan!! Stop.. Stoopp..” teriak Stevan dan Nathan pun berhenti.
“Ada apaan sih?? Mobil lo mogok?” tanya Nathan.
“Iyanih, kayaknya mogok.. Udah mau masuk nih.. Hmm.. Gue nitip Fira yaa..” kata Stevan sambil memanggil Fira yang sedang menunggu di mobil.
“Yaudah deh, biar Fira ikut gue. Ayo, Fir..”
“Haah? Iya.. iya..” kata Fira seakan tidak percaya bahwa Nathan yang akan mengantarnya.
Di sepanjang perjalanan, seperti biasa Nathan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Fira pun merasa sangat bete, tapi Fira senang sekali karena baru pertama kali dia berboncengan bersama Nathan.
“Makasih yaa, Kak..”
“Iya.. Samasama..” jawab Nathan dingin.
‘akhirnya ngomong juga dia sama gue’ batin Fira
Fira bertemu dengan Stevan di koridor sekolah. Stevan ternyata lagi “PDKT” sama Arin. Gak tau kenapa Fira ngga’ suka ngeliat Stevan deket – deketan sama Arin.
“Stev, lo tadi sengaja yaa?”tanya Fira yang masih bingung dengan kejadian tadi.
“Lo nggak suka.. Yaudah kalo gitu gue gak mau lagi bantuin lo..” kata Stevan sinis.
“Lo koq gitu sama gue, sinis banget.. Gue ada salah apa sih sama lo.. Kalo lo gak mau bantuin gue kenapa lo setuju sama perjanjian kemaren? Mulai sekarang perjanjian kita batal!!” Fira meninggalkan Stevan menuju ke taman sekolah. Tak terasa air mata Fira menetes. Fira, gadis tegar yang hampir gak pernah nangis sekarang menangis. Tiba – tiba Nathan datang menyodorkan sapu tangannya.
“Boleh gue duduk disini?”
“Heh.. boleh kok.” Kata Fira sambil mengusap air mata dengan sapu tangan Nathan.
“Kalo boleh tau lo kenapa nangis? Baru kali ini gue ngeliat lo nangis.” Nathan tersenyum miring membuat jantung Fira berdegup kencang. Baru kali ini Nathan tersenyum untuknya.
“Gue bingung mau cerita darimana, Intinya gue tadi habis berantem sama Stevan cuma gara – gara hal sepele. Gue bingung. Stevan sahabat gue dari SMP, udah kaya kembaran gue. Tapi dia tadi gak kaya biasanya..” Air mata Fira menetes lagi, dan sekarang Nathan yang mengusap air mata Fira. Fira merasakan pipinya memanas saat Nathan memeluknya. Iya Nathan meluk Fira. Nathan cowok cool yang ditaksirnya sekarang sedang memeluknya.
“Udah. Jangan nangis lagi. Mungkin Stevan punya alasan kenapa dia bersikap seperti itu ke lo. Biar lo gak suntuk trus sedih terus, pulang sekolah lo harus ikut gue. Harus yaa..” kata Nathan seraya pergi meninggalkan Fira tanpa meminta persetujuan Fira. Fira pun beranjak pergi kee kelas karena sebentar lagi bel berbunyi.
Di kelas Fira merasa sendiri, karena Stevan seperti tidak menganggap Fira ada. Hal itu membuat Fira ingin cepat pulang dan pergi bersama Nathan. Waktu istirahat, Stevan ke kantin sama Arin. Semuanya sama Arin. Hari ini Fira merasa posisi dia telah diganti oleh Arin. Lama – lama Fira berpikir kalau Stevan udah pacaran sama Arin.
Akhirnya bel tanda pulang berbunyi. Tiba – tiba kelas heboh karena kedatangan Nathan sang kakak kelas cool yang menjadi incaran cewek – cewek di kelas Fira. Nathan masuk ke kelas tanpa permisi dan langsung menuju ke arah Fira yang belum sadar dengan kehadirannya.
“Hei..” sapa Nathan. “Tadi gak istirahat yaa?”
“Eh? Hei.. Iya, koq tau?” kata Fira kaget.
“Tau donk. Ngobrolnya sambil jalan aja yuuk, gak enak diliatin orang kaya gini..” Fira melihat di sekelilingnya, benar apa kata Nathan Satu kelas sekarang sedang memperhatikan mereka. Ada yang masang tampang mupeng, iri, ada juga yang biasa aja. Tapi ada satu mata yang Fira lewatkan, Stevan. Stevan terlihat tidak suka dengan itu semua.
Langganan:
Komentar (Atom)